Apakah jumlah jerih-payah ini harus diketahui istri, lagi-lagi bergantung pada kesepakatan.
Sebenarnya istilah "uang laki-laki" untuk menggambarkan jatah suami untuk keperluan pribadinya. Jatah ini bisa dipotong langsung dari gajinya sebelum disetorkan ke istri atau penghasilan lain di luar gaji bila gaji ini seluruhnya ke istri. Bisa bonus perusahaan, kerja part time, mengajar, dan usaha-usaha lain yang mendatangkan uang.
Boleh-boleh saja bila suami mempunyai jatahnya sendiri. Bukankah mereka berhak menggunakan sebagian hasil kerja keras mereka untuk keperluan pribadi? Misalnya untuk melakukan hobinya, sesekali hang out bersama kolega, mengambil kursus tambahan, dan lain sebagainya. Ada juga suami yang menggunakan uang laki-lakinya untuk tabungan pribadi, investasi saham, cadangan untuk kebutuhan di luar yang sudah direncanakan, dan sebagainya.
Loyalitas dan "kekitaan"
Meskipun wajar, keberadaan uang ini tetaplah harus memerhatikan kepentingan rumah tangga tanpa mengorbankan kebutuhan istri dan anak-anak. Dalam pelaksanaannya, sering kali ditemui adanya rasa ego pada diri suami karena menganggap dirinya memiliki power atas pengaturan uang. Lantas "menjatah" uang tersebut pada pasangannya untuk kebutuhan-kebutuhan rumah tangganya. Sementara untuk dirinya sendiri, suami menjatah dirinya sendiri kelewat besar sehingga kebutuhan rumah tangga lainnya pas-pasan bahkan kurang. Atau, uang selalu habis tanpa memiliki tabungan.
Pandangan bahwa jatah "uang lelaki" harus lebih besar karena suamilah yang menghasilkan uang jelas tidak benar. Dalam hal ini suami tidak melihat bahwa istri, meski tidak bekerja sekalipun atau menghasilkan uang, mempunyai kontribusi untuk rumah tangga tersebut. Tentunya effort pasangan sulit diukur nilainya dengan uang. Jadi, pelibatan istri untuk menentukan berapa besaran pembagian yang tepat tentunya amat dihargai.
Konflik bisa dihindari bila suami menyadari adanya loyalitas dan "kekitaan" dalam rumah tangga. Loyal di sini artinya adalah ada tanggung jawab suami untuk mengedepankan kebutuhan keluarga. "Kekitaan" dimaksudkan agar penjatahan ini sepengetahuan, lebih baik lagi melibatkan pasangan.
Misalnya, istri mengetahui bahwa suami memegang uangnya sendiri dengan besaran 10-20 persen dari penghasilannya Atau adanya kesepakatan, semua gaji ditransfer ke istri, tetapi suami berhak atas jerih payah di luar gaji. Apakah jumlah jerih payah ini harus diketahui istri, lagi-lagi bergantung pada kesepakatan. Ada istri yang menganggap tidak perlu karena toh semua gaji sudah menjadi haknya, tetapi ada juga yang menuntut ingin tahu jumlahnya meskipun tetap menganggap itu hak suami.
Tentunya timbul pertanyaan, apakah jumlah dan keberadaan "uang lelaki" harus diketahui istri? Bila mengetahui prinsip loyalitas dan "kekitaan" yang disebutkan di atas, tentunya istri perlu tahu. Hal ini juga akan meminimalisasi konflik. Dikhawatirkan, bila istri suatu hari mengetahuinya, dirinya bisa merasa sakit hati. Mengapa? Istri merasa suaminya tidak mempunyai kepercayaan pada dirinya karena berahasia dalam soal uang. Ini akan menyakitkan istri yang pada akhirnya akan merembet ke hal-hal lain, termasuk kepuasan hubungan suami-istri.
sumber: Tabloid Nakita