Pages

SI MBOK PENJUAL GERABAH (Sebuah Pelajaran Kehidupan)

Sabtu ini keinget ama mbok tuo yang biasa mendorong gerobak gerabah, sudah beberapa bulan tidak lewat depan rumah. Tepatnya 3 bulan lalu terakhir kali ia mangkal di depan rumah.
Terbesit niat mo pesen kendi minum pada mbk tuo langgananku. Tapi yang ditunggu tak kunjung juga bertemu.

Tiada hujan tiada angin, kaki ini ingin melangkah menemui mbok tuo yang tidak kutahu namanya, maupun alamat tinggalnya.

Berangkatlah bersama anak-anak dengan mengendarai motor, kumelaju. Dengan satu niat beli kendi minum untuk anak-anakku yang senang dengan air es sampai-sampai mengorek bunga es di frezeer.

Dengan berliku akhirnya sampailah kami di toko grosir barang gerabah.

Kubelilah sebuah kendi, dan sambil kutanyakan mbok tuo. Dari toko itu akhirnya saya tahu namanya, mbok Mastiri usianya sekitar 85 tahun, tinggal di belakang Desa Sitiwinangun. Sudah 3 bulan si mbok belum ke toko lagi dan belum ada setoran.

Ok... Petualangan berlanjut, menuju tempat tinggal si mbok. Setelah lalu lalang akhirnya ketemu.

Si mbok sedang makan diujung pintu, waktu menunjukkan jam 09.15 kulihat dari hp-ku.

Kuperhatikan baik-baik, sepertinya makanan yang ia makan sekedarnya saja, tanpa laukpun. Sekilas tampak bubur bukan nasipun sepertinya bukan. Setelah beberapa saat kuamati, baru ku pahami si mbok makan nasi aking. Mataku menerobos ke dalam, lantai tanah, dinding betek bambu, dengan dekorasi baju yang digantung seadanya di tembok dengan paku seadanya.

Si mbok mulai pikun menanyakan siapa saya, tinggal dimana, ada perlu apa, dan lain-lain.

Setelah berbincang sebentar, tetap saja si mbok tidak ingat. lalu ia meminta ku menuliskan alamat. Padahal ia sama sekali buta calistung (baca, tulis dan berhitung). Akupun memesan pot jumbo untuk memindahkan tanamanku yang sudah mulai bongsor.

Jam 15 sore, tiba-tiba gerbang rumah ada yang mengetuk. Olala... Si mbok ternyata sudah di depan rumahku. Perjalanan rumahku ke tempat tinggal si mbok sekitar 8 km dengan panas terik, kemarau berkepanjangan, sungguh perjuangan yang luar biasa.

Yang aku salut dari wanita renta ini adalah dia sangat menghargai kerja keras. Dia tidak menerima uang tanpa keringat. Luar biasa.

Aku masuk dapur, kuperiksa satu persatu apa yang bisa kuberikan untuknya. semangkuk bubur mutiara kuberikan padanya.

Terlihat berbinar matanya.

Ia pun pulang dengan sumringah. Wanita tua yang berjuang ditengah kerasnya kehidupan.

Hari ini aku belajar tentang arti kehidupan, kejujuran, kepolosan, kerja keras dan pantang menyerah, ingat syukur atas segala nikmat-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon saran dan komentar anda :