Kreatifitas Menuai Uang Saku

JANGAN anggap remeh barang bekas. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa barang yang sering dianggap sebagai sampah itu ternyata bisa diolah, lalu dijual dengan harga tinggi.

Dengan Sentuhan Kreatif, Bisa Datang Laba

Salah satu saksi pelaku yang sudah menikmati rezeki dari barang lawas itu adalah Lani Cahyaningsari dan Agus Hariantono.

Lani memiliki galeri seni bernama Kaleng Lani di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Sesuai namanya, dagangan yang mengisi galeri tersebut adalah bermacam-macam kaleng lukis. Lulusan Fakultas Arsitektur Universitas Trisakti Jakarta ini melukisi kaleng-kaleng tersebut dengan gambar-gambar lucu. Walhasil, dari tangan terampil Lani lahirlah wadah pensil, kotak tisu, celengan, jam, rak compact disc (CD), sampai meja belajar.

Lani mengaku memulai usahanya dengan modal Rp 500.000. Kini usahanya telah berkembang pesat, sehingga saban bulan bisa mencatat omzet Rp 10 juta. Dengan margin keuntungan rata-rata 40%, modal awal yang dia keluarkan dulu sudah lama balik modal.

Lani yang memang punya hobi melukis berkisah tentang asal-muasal bisnisnya. Pada tahun 1998, ia mengikuti nasihat mertua untuk memanfaatkan hobinya sebagai sumber penghasilan. Lewat galeri yang dibangun sang mertua, Lani dan adik-adik iparnya melukis di berbagai media, seperti kayu, keramik, dan gerabah. Barang-barang yang sudah dilukis tadi lantas dijual di galeri.

Seiring waktu yang berjalan, ia tertarik melihat kaleng kerupuk yang tampak polos. Lani lantas mencoba melukisi kaleng kerupuk itu. “Ketika dipajang di galeri, ternyata ada pengunjung yang berminat,” tutur Lani mengenang kaleng pertama yang dia lukis.

Warna cemerlang dan gambar lucu

Setelah yakin bahwa minat masyarakat terhadap kaleng lukis buatannya bagus, Lani meninggalkan media kayu. Ia pun membuat kaleng kerupuk berbagai ukuran atas bantuan perajin kaleng. Saat pertama kali menjual produk kaleng lukis, ia mendapat keuntungan sekitar Rp 300.000.

Seiring dengan bergulirnya waktu, sejumlah konsumen meminta Lani membuat kaleng lukis dalam beragam bentuk, bukan cuma kaleng kerupuk. Saat itulah tebersit gagasan di benaknya untuk memanfaatkan kaleng bekas.

Kebetulan ibu Lani yang sering membuat kue untuk dititipkan di restoran memiliki banyak kaleng bekas susu kental manis. “Kaleng itu saya lukisi dan dijadikan tempat pensil,” tutur Lani. Tak disangka, tempat pensil lukis dari bekas kaleng susu tersebut cukup digemari orang. Malah, boleh dibilang, hingga wadah pensil itu salah satu produk andalan galeri Lani.

Ciri khas produk Lani adalah kaleng lukis dengan warna-warna cemerlang dan gambar-gambar lucu, lantaran membidik pasar anak-anak dan ibu muda. Lihat saja gambar aneka binatang, kendaraan, huruf, dan angka yang menghiasi kaleng buatannya. Apalagi gambar yang ia buat bermacam-macam. Karakter kartun yang ada pada produknya juga asli hasil ciptaannya. “Oh, iya, agar aman untuk anak, saya menggunakan cat antitoksin,” kata Lani, setengah berpromosi.

kaleng3

Sukses menggarap kaleng bekas susu kental manis, Lani mencoba melukis di kaleng berukuran lebih besar. Contohnya,kaleng bekas susu bayi,kaleng bekas cat, hingga tong. Kaleng-kaleng tersebut dia jadikan tempat sampah, celengan, tempat tisu, tempat mainan, hingga meja belajar. Untuk membuat meja belajar, tong besar dia potong, lalu lubang atasnya dia tutup dengan kayu yang dia lukisi juga. Nah, di dalam tong tersebut, Lani membuat ruang sebagai wadah penyimpan buku atau mainan.

Barang dagangan yang terpajang di galeri Kaleng Lani berkisar antara Rp 15.000 sampai Rp 350.000 per buah, tergantung ukuran dan kerumitan pembuatan. Produk yang paling laris adalah kotak pensil seharga Rp 35.000 serta kaleng kerupuk hias seharga Rp 40.000 dan Rp 70.000.

Lama-kelamaan, kebutuhan Lani akan kaleng semakin meningkat seiring pesanan yang kian mengalir deras. Untuk itu, Lani mencari kaleng bekas dari para pengepul, para penjual jus langganan, dan tetangga yang sudah mengetahui usahanya.

Di depan rumahnya, ia sengaja menyediakan tong dengan tulisan “Terimakasih, ya, membuang kaleng susu bekas di sini.” Ia berharap, orang yang memilikikaleng bekasdi rumah akan tergerak untuk membuangnya di tong tersebut. Cara ini cukup efektif. “Kami bisa mendapatkan kaleng gratis,” seru istri Sanjudi Roseno ini.

Sebagai ucapan terima kasih, tak jarang ia memberikan kaleng hias yang telah jadi untuk tetangga yang sering memberinya kaleng bekas. Kini, Lani memiliki tiga orang karyawan untuk memenuhi pesanan kaleng lukis suvenir ulang tahun anak-anak dan acara korporasi. Dalam sepekan, minimal ada pesanan 50 kaleng lukis untuk acara ulang tahun saja.

Kaleng Lani sudah tersebar sampai ke Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan daerah lain. Banyak pula orang yang membeli produknya untuk dijual kembali. Baru-baru ini Lani bahkan mendapatkan pesanan produk suvenir ulang tahun dari Malaysia, Singapura, dan Brunei. Maklum, selain memajang produk di galeri, Lani juga rajin mengikuti pameran dan memajang produknya di internet.

Hebatnya lagi, kendati mendapatkan pesanan dalam jumlah yang cukup banyak, ia tak merasa kerepotan. Padahal, ia terjun langsung melukisi kaleng-kaleng tersebut. Karyawan Lani biasanya hanya mengerjakan proses pewarnaan. “Kalau pesanan lebih banyak dari biasanya, saya akan menarik tenaga borongan,” ungkap Lani yang menghasilkan 20-25 produk setiap hari.

Melukisi kaleng kerupik mungil

Perajin lain yang mencoba peruntungan di bisnis kaleng adalah Agus Hariantono. Ia mencoba banting setir menjadi produsen kaleng kerupuk dua tahun silam setelah usaha onderdil mobil yang ia miliki bangkrut. Kebetulan, tempat tinggalnya di kawasan Cibinong, Bogor, merupakan sentra perajin kaleng kerupuk. Namun, pria berusia 43 tahun ini tak ingin membuat kaleng kerupuk biasa. Ia melukisi kaleng kerupuk dengan cat akrilik impor sehingga terlihat lebih cantik.

Kalau Lani memilih lukisan bergaya anak-anak, lukisan Agus terkesan lebih serius dengan motif bunga dan motif lainnya. Bukan cuma itu. Agus juga membuat kaleng kerupuk dengan bentuk lain, seperti segi enam.

Agus mengaku, modal awal yang dia sediakan untuk memulai usahanya hanya Rp 500.000. Ia merekrut tenaga pembuat kaleng kerupuk yang tinggal di sekitar rumahnya. Dengan modal itu, ia menghasilkan 100 buah kaleng kerupuk hias dengan ukuran yang lebih mungil, yaitu 13 cm x 11 cm. Ia menjualnya Rp 15.000 per buah.

kaleng1

“Saat itu saya memasarkannya ke ibu-ibu yang sedang menunggu anaknya di taman kanak-kanak,” tutur dia. Perkiraannya tak meleset. Harga yang murah serta bentuk yang unik dan cantik membuat produknya terjual dalam waktu yang tak lama. Agus pun bisa mengumpulkan uang yang besarnya tiga kali lipat dari modal awalnya. Ia semakin bersemangat. Pesanan datang bukan hanya dari ibu-ibu, tapi juga dari toko-toko cindera mata maupun galeri di Surabaya, Bali, Medan, dan Jakarta.

Agus mulai memproduksi kaleng kerupuk dalam berbagai bentuk dan ukuran sesuai permintaan konsumen. Kini, ada delapan jenis kaleng kerupuk dengan beragam bentuk dan ukuran yang dia produksi. Setiap bulan Agus dan tiga orang pekerjanya bisa menghasilkan 500 unit kaleng kerupuk berhias lukisan. “Semuanya habis, untuk stok saja kami hampir sulit memenuhinya,” cerita dia.

Konsumen yang ingin memesan dalam jumlah besar pun harus sedikit bersabar. Pasalnya, pesanan tersebut harus inden dulu selama 3 minggu. Omzet penjualan kaleng kerupuk yang berlabel Agus Art Collection tersebut sebesar Rp 10 juta per bulan dengan margin laba sekitar 40%-45%.

Meski kaleng kerupuknya laris manis, Agus kadang masih terbentur masalah modal. Makanya, ia mensyaratkan pemesan memberikan uang muka sebesar 50% dari total pesanan.

Agar konsumen tak bosan, Agus juga bereksperimen dengan bahan lain selain kaleng. Hasilnya, kaleng kerupuk berbahan baja nirkarat alias stainless steel. Wadah kerupuk dari stainless steel itu dia hias dengan cat khusus pada bagian kaca. “Walaupun harga bahan bakunya tak beda jauh, margin keuntungan dari kaleng stainless lebih besar,” ujar Agus.

Sukses menggarap kaleng kerupuk, kini ia melirik kaleng bekas susu dan kemasan lain sebagai bahan baku celengan, tempat pensil, dan lain-lain. Ia menjual produk-produk tersebut Rp 5.000 per unit. Meski begitu, ia mengaku kontribusi dari produk baru tersebut belum signifikan.



Sumber : kontan.co.id